Hari raya idul fitri

Hari raya idul fitri

Beranda

Rabu, 17 Agustus 2011

iman bukhari

Imam Bukhari lahir dengan nama Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al Mugirah bin Bardizah al Bukhari. Dia lahir pada tahun 194 H di kota Bukhara. Kota Bukhara berada di wilayah Asia Tengah. Kota ini dahulu juga sangat terkenal sebagai pusat kebudayaan Islam di Asia Tengah bersama dengan kota Samarkand.
Latar belakang keluarganya membuatnya mencintai ilmu hadis. Ayah Imam Bukhari, Ismail pada zamannya dikenal sebagai seorang ahli hadis. Sebagai tokoh hadis, ayahnya beruntung memiliki hubungan yang dekat dengan Imam Malik, Muhammad bin Zaid, dan Abdullah bin Mubarok. Mereka adalah tokoh-tokoh ilmu hadis yang berpengaruh.
Menurut cerita, ketika masih di usia kanak-kanak, Imam Bukhari mengalami kebutaan. Ibunya yang sangat saleh dan taat selalu menjalankan salat malam dan berdoa kepada Allah swt. meminta kesembuhan bagi anaknya. Karena ketulusan dan keikhlasannya dalam berdoa, kemudian Allah swt. mengabulkan permohonan ibunya. Didasarkan kepada cerita ibunya bahwa dirinya lewat mimpi diberitahu oleh Nabi Ibrahim a.s., bahwa Allah telah mengabulkan doanya karena ketulusan dan keikhlasannya dalam berdoa.
Imam Bukhari menjalani masa kanak-kanaknya sebagai yatim. Ayahnya Ismail meninggalkannya ketika dia masih kanak-kanak. Imam Bukhari tumbuh dan besar dalam asuhan dan kasih sayang ibunya.
Ketika usianya menginjak usia 16 tahun, Imam Bukhari telah berhasil menghafal buku karya Imam Waki dan Abdullah bin Mubarak. Dia kemudian menunaikan haji ke Mekah bersama kakak perempuan dan ibunya. Dia tinggal di Mekah selama dua tahun kemudian pergi ke kota Madinah. Guru tempat Imam Bukhari menimba ilmu antara lain Ishak bin Rahwi dan Ali al Madaini.
Di kota Madinah, Imam Bukhari rajin mendatangi makam Rasulullah saw. dan berdoa di sana. Setiap malam dengan disinari cahaya rembulan, dia menulis buku hadis. Buku yang ditulisnya berjudul Qadlaya as Shabat wat Tabi’in dan buku Tarikh al Kabir. Kedua buku itu ditulis hingga selesai dengan cahaya sinar rembulan.
Menurut beberapa riwayat bahwa karyanya yang sangat monumental dan dikagumi banyak kalangan ahli hadis, yaitu buku al Jami Shahih Bukhari juga ditulis di Masjidilharam, Mekah. Yakni, ketika Imam al Bukhari tinggal di kota Mekah.
Karya besar dan monumental itu juga ditulis tidak saja dengan kerja keras dan kehati-hatian, tetapi lebih dari itu Imam Bukhari selalu menjaga dirinya dalam kondisi suci. Suci dalam pengertian memiliki wudu. Satu per satu hadis-hadis yang jumlahnya puluhan ribu diteliti dan dipelajari menurut standar dan ukuran yang dia buat. Hanya hadis yang benar-benar sahih dan datang dari Rasulullah saw. dengan urut-urutan sanad dan matan yang benar yang dapat diterima.
Sanad adalah orang-orang yang diceritakan mendengar sabda atau perkataan Rasulullah saw.. Sedangkan matan adalah isi atau perkataan Rasulullah saw.. Jika hadis itu setelah diteliti dan dipelajari benar-benar sahih, barulah dikompilasikan atau dituliskan. Dimasukkan ke dalam karyanya sesuai dengan bab atau subjek masalahnya.
Salah satu kepribadian dan sikap hidupnya adalah tidak mau mendekati penguasa dan orang-orang kaya. Dia hidup dengan kesederhanaan dan mengabdi kepada ilmu pengetahuan, mengajarkan hadis. Demi mendapatkan hadis dia rela melakukan perjalanan yang sangat sulit dan jauh. Sepanjang hidupnya, dia telah mengunjungi banyak kota untuk mendapatkan hadis, di antaranya Syiria dan Mesir.
Dikisahkan, suatu hari gubernur Bukhara meminta Imam Bukhari agar setiap hari mendatangi kediamannya untuk mengajari anaknya. Akan tetapi, Imam Bukhari menolak tawaran tersebut. Dia lebih suka mengajarkan ilmunya kepada orang banyak. Dalam jawaban penolakannya kepada gubernur Bukhara, Imam Bukhari berkata, ”Saya lebih menghormati kepada ilmu daripada kepada orang. Karena yang membutuhkan ilmu adalah orang, bukan ilmu yang membutuhkan orang.”
Mendengar penolakan Imam Bukhari, sang gubernur kemudian membuat permintaan kedua kepada Imam Bukhari agar mau mengajarkan anaknya. Akan tetapi, jawaban yang diberikan tidak berbeda dengan yang pertama. Rupanya penolakan itu telah membuat sang gubernur tersinggung dan marah. Maka, Imam Bukhari pun diperintahkan agar keluar dari kota Bukhara.
Imam hadis yang terkenal ini meninggal pada tahun 256 H di kota Samarkand. Saat itu dia berusia 62 tahun dan sedang melakukan sebuah perjalanan.
Sumber: Tasirun Sulaiman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar